Kisah Prabu Siliwangi sangat dikenal dalam sejarah sunda sebagai Raja Pajajaran. Salah satu naskah kuno yang menjelaskan tentang perjalanan Prabu Siliwangi adalah kitab Suwasit. Kitab yang di tulis dengan menggunakan bahasa sunda kuno dalam selembar kulit macan putih yang ditemukan di desa Pajajar Rajagaluh Jawa Barat.
Prabu Siliwangi seorang raja besar pilih tanding sakti mandraguna, arif & bijaksana memerintah rakyatnya di kerajaan Pakuan Pajajaran Putra Prabu Anggalarang atau Prabu dewa Niskala Raja dari kerajaan Gajah dari dinasti Galuh yang berkuasa di Surawisesa atau Kraton Galuh di Ciamis Jawa Barat. Pada masa mudanya dikenal dengan nama Raden Pamanah Rasa. Sejak kecil beliau diasuh oleh Ki Gedeng Sindangkasih, seorang juru pelabuhan Muara Jati di kerajaan Singapura (sebelum bernama kota Cirebon).
Setelah Raden Pemanah Rasa dewasa & sudah cukup ilmu yg diajarkan oleh Ki Gedeng Sindangkasih, beliau kembali ke kerajaan Gajah untuk mengabdi kepada ayahandanya Prabu Angga Larang/Dewa Niskala. Setelah itu Raden pemanah Rasa menikahi Putri Ki Gedeng Sindangkasih yang bernama Nyi Ambet Kasih.
Ketika itu Kerajaan gajah dalam pemerintahan Prabu Dewa Niskala atau Prabu Angga Larang sedang dalam masa keemasanya wilayahnya terbentang luas dari sungai Citarum di Karawang yang berbatasan Langsung dengan kerajaan Sunda sampai sungai Cipamali berbatasan dengan Majapahit.
Berikut silsilah Prabu Siliwangi sebagai keturunan ke-12 dari Maharaja Adimulia.Pada suatu hari Prabu Angga Larang geram karena banyak dari penduduknya di Muara Jati yang beragama hindu pindah ke agama baru yang dibawa oleh alim ulama dari Campa Kamboja bernama Syekh Qurotul’ain, agama tersebut bernama islam maka diutuslah beberapa orang kepercayaannya untuk mengusir ulama itu dari tanah jawa.
MAHA RAJA ADI MULYA / RATU GALUH AJAR SUKARESI menikahi Dewi Naganingrum / Nyai Ujung Sekarjingga berputra :PRABU CIUNG WANARA berputra :SRI RATU PURBA SARI berputra :PRABU LINGGA HIANG berputra :PRABU LINGGA WESI berputra :PRABU SUSUK TUNGGAL berputra :PRABU BANYAK LARANG berputra :PRABU BANYAK WANGI berputra :PRABU MUNDING KAWATI / PRABU LINGGA BUANA berputra :PRABU WASTU KENCANA ( PRABU NISKALA WASTU KANCANA )berputra :PRABU ANGGALARANG ( PRABUDEWATA NISKALA ) menikahi Dewi Siti Samboja / Dewi Rengganis berputra :SRI BADUGA MAHA RAJA PRABU SILIHWANGI/PRABU PEMANAH RASA (1459-1521M)
Konon kabarnya, ulama besar yang bergelar Syekh Qurotul’ain dengan nama aslinya Syekh Mursyahadatillah atau Syekh Hasanudin. Beliau adalah seorang yang arif dan bijaksana dan termasuk seorang ulam yang hafidz Al-Qur’an serta ahli Qiro’at yang sangat merdu suaranya. Syekh Qurotul’ain adalah putra ulama besar Mekkah, penyebar agama islam di negeri Campa (Kamboja) yang bernama Syekh Yusuf Siddik yang masih keturunan dari Sayidina Hussen Bin Sayidina Ali R.A dan Siti Fatimah R.A putri Rosulullah SAW.
Sebelum beliau datang ke tanah jawa sekitar tahun 1409 Masehi, Syekh Qurotul’ain pertama kali menyebarkan Agama islam di negeri Campa Kamboja lalu ke daerah Malaka dan dilanjutkan ke daerah Martasinga Pasambangan dan Japura akhirnya sampailah ke Pelabuhan Muara Jati yang saat itu syahbandar digantikan oleh ki gedeng Tapa karna Ki gedeng sindangkasih telah wafat.
Disini beliau disambut dengan baik oleh Ki Gedeng Tapa atau Ki Gedeng Jumajan Jati yang masih keturunan Prabu Wastu Kencana Ayah dari Prabu Anggalarang dan oleh masyarakat sekitar. Mereka sangat tertarik dengan ajaran yang disampaikan oleh Syekh Quro yang di sebut ajaran agama Islam.
Sampailah para utusan itu di depan pondokan syech Quro,Utusan itu Menyampaikan Perintah dari Rajanya agar penyebaran agama islam di Muara Jati harus segera dihentikan. Perintah dari Raja Gajah tersebut dipatuhi oleh Syeh Qurotul’ain namun kepada utusan prabu Anggalarang
yang mendatangi Syekh Qurotul’ain, beliau mengingatkan,meskipun ajaran agama Islam dihentikan penyebarannya tapi kelak dari keturunan Prabu Anggalarang akan ada yang menjadi seorang Wali Allah.
Beberapa saat kemudian beliau pamit pada Ki Gedeng Tapa untuk kembali ke negeri Campa,di waktu itu pula Ki Gedeng Tapa menitipkan putrinya yang bernama Nyi Mas Subang Larang,untuk ikut dan berguru pada Syekh Quro.
Berangkatlah Syeh Quro bersama Nyi subang Larang dngn menggunakan Perahu kembali ke negri campa kamboja sebagai Seorang putra Raja Beliau tidak Betah tinggal diam di istana, Raden Pamanah Rasa kerap mengembara menyamar menjadi rakyat jelata dari daerah satu ke daerah Lainya, menolong yg lemah & Memberantas Keangkaramurkaan,Gemar bertapa & mencari kesaktian, Di dalam salah satu pengembarannya, Ketika beliau hendak beristirhat di Curug atau air terjun,curug itu bernama Curug Sawer yg terletak di daerah Majalengka,Raden pemanah Rasa dihadang oleh siluman Harimau Putih Pertempuran pun tak terelakkan.
Raden Pamanah Rasa dan Siluman Harimau Putih yang diketahui memiliki kesaktian tinggi itu pun bertarung sengit hingga Setengah Hari,Namun kesaktian Prabu Pamanah Rasa berhasil memenangi pertarungan dan membuat siluman Harimau Putih tunduk kepadanya. Harimau Putih itu memberi sebuah pusaka yg terbuat dari kulit Macan, dengan pusaka itu beliau bisa Terbang Laksana burung, Menghilang tak terlihat oleh mata (ajian Halimun),berjalan secepat angin (Ajian saepi Angin) & Bisa Mendatangkan Bala tentara Jin. Harimau itupun memutuskan untuk mengabdi kepada Raden Pamanah Rasa sebagai pendamping beliau.
Dengan tunduknya Raja siluman Harimau Putih,maka meluaslah wilayah kerajaan Gajah.
Siluman Harimau Putih beserta pasukannya selanjutnya dengan setia mendampingi dan membantu Raden Pamanah Rasa. Salah satunya kala kerajaan Gajah menundukkan kerajaan2 yg Memeranginya.Siluman Harimau Putih juga turut membantu Raden Pamanah rasa saat kerajaan Pajajaran diserang oleh pasukan Mongol pada Masa kekaisaran Kubilai khan.
Karna Jasa-jasa Anaknya yg begitu besar dalam Kejayaan kerajaan gajah,maka diangkatlah Raden pemanah Rasa sebagai Raja kedua di kerajaan tersebut.
Prabu Pamanah Rasa pun selanjutnya mengubah nama kerajannya menjadi kerajaan Pajajaran. Yang berarti menjajarkan atau menggabungkan kerajaan Gajah dengan kerajaan Harimau Putih.
Seiring meluasnya wilayah kerajaan Gajah,Prabu Pamanah Rasa kemudian membuat senjata sakti yang pilih tanding. Beliau menyuruh Eyang Jaya Perkasa untuk membuat senjata pisau berbentuk harimau sebanyak tiga Buah,Dalam Tiga Warna, yaitu Kuning, Hitam, Putih. Senjata pertama yang berwarna hitam,dibuat dari batu yang jatuh dari langit yang sering disebut meteor, yang dibakar dengan kesaktian Prabu Pamanah Rasa Dalam membentuk besi yang diperuntukkan untuk membuat senjata tersebut. Senjata Kedua dibuat dari air,api yang dingin,yang warnanya kuning dibekukan menjadi besi kuning, Senjata ketiga dari besi biasa yang direndam dalam air hujan menjadi putih berkilau.
Senjata itu selesai dalam waktu tujuh hari. semalam penuh Pengeran Pamanah Rasa memikirkan nama untuk senjata sakti tersebut,tepat ayam berkokok ditemukan nama untuk ketiga barang tersebut, Pisau pusaka itu di beri nama KUJANG (Senjata Berbentuk Harimau), dikarenakan Pusaka itu ada tiga, Maka kujang tersebut di beri nama KUJANG TIGA SERANGKAI yang artinya BEDA-BEDA TAPI TETAP SAMA.
Senjata itu berbentuk melengkung dengan ukiran harimau di gagangnya. Ukiran harimau di gagang Kujang konon sebagai pengingat terhadap pendamping setianya, siluman Harimau Putih. Dan pusaka itu yg kini menjadi lambang dari propinsi Jawa Barat,
Beberapa Tahun kemudian Syekh Quro datang kembali ke negeri Pajajaran beserta Rombongan para santrinya,dengan menggunakan Perahu dagang dan serta didalam rombongan adalah,Nyi Mas Subang Larang,Syekh Abdul Rahman.Syekh Maulana Madzkur dan Syekh Abdilah Dargom. Setelah Rombongan Syekh Quro melewati Laut Jawa dan Sunda Kelapa dan masuk Kali Citarum,yang waktu itu di Kali tersebut ramai dipakai Keluar masuk para pedagang ke Pajajaran,akhirnya rombongan beliau singgah di Pelabuhan Karawang.
Menurut buku sejarah masa silam Jawa Barat yang terbitan tahun 1983 disebut Pura Dalem. Mereka masuk Karawang sekitar 1416 M.yang mungkin dimaksud Tangjung Pura,dimana kegiatan Pemerintaahan dibawah kewenangan Jabatan Dalem..Karena rombongan tersebut,sangat menjunjung tinggi peraturan kota Pelabuhan,sehingga aparat setempat sangat menghormati dan,memberikan izin untuk mendirikan Mushola ( 1418 Masehi) sebagai sarana Ibadah sekaligus tempat tinggal mereka.Setelah beberapa waktu berada di pelabuhan Karawang,Syekh Quro menyampaikan Dakwah-dakwahnya di Mushola yang dibangunya (sekarang Mesjid Agung Karawang ).dari urainnya mudah dipahami dan mudah diamalkan,ia beserta santrinya juga memberikan contoh pengajian Al-Qur’an menjadi daya tarik tersendiri di sekitar karawang.
0 Comment to " Perjalanan Raden Pamanah Rasa Bag. 1 "
Post a Comment